Langsung ke konten utama

Postingan

KISI-KISI HIDUP BAHAGIA SEPERTI BUSHMAN

  The Gods Must be Crazy yang diterbitkan pada tahun 1980 ini sempat kembali muncul ke permukaan. Tak jarang, akun-akun Instagram mengunggah kisah pilu di balik produksi film tersebut. Siapa yang tidak tertarik, ketika mendengar fakta bahwa aktor untuk pemeran utamanya hanya mendapatkan bayaran minim. Di sisi lain, film ini memang pantas untuk dinikmati dan ditonton kembali oleh masyarakat masa kini. Pasalnya, masyarakat kita saat ini sedang dilanda banyak kecemasan. Mulai dari takut miskin, hingga tidak bisa bahagia. Secara singkat, film yang memiliki anggaran lima juta dolar Amerika Serikat ini menceritakan kisah sebuah suku di pedalaman Afrika Selatan, Botswana. Suku Semak, atau dalam film lebih sering disebut dengan Bushman , hanya memiliki beberapa personil yang terdiri dari orang dewasa dan anak kecil. Suku ini tinggal dan menetap di Kalahari, sebuah kawasan yang kering tanpa genangan air. Di tempat itu, bahkan para binatang memilih untuk berpindah ke kawasan yang lebih subur. H
Postingan terbaru

CLIFFORD GEERTZ HARUSNYA MAIN KE MADURA, TAK IYE?

  "The Religion of Java ” atau lebih tepatnya dikenal dengan terjemahan “ Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa ” merupakan sebuah buku karya Clifford Geertz dari hasil dia meneliti sebuah daerah. Dipercaya nama Mojokuto itu adalah sebuah samaran dari nama kota di Jawa Timur dengan banyak penduduk 18.000 asli Jawa, 1.800 Cina, dan sisanya orang Arab serta India. Dalam proses meneliti ini, Clifford Geertz cenderung menggunakan Bahasa Jawa dan mengikuti secara langsung proses-proses atau ritual yang dilakukan oleh masyarakat. Dalam buku ini, Clifford Geertz membahas ketiga sistem (abangan, santri, priyayi) menjadi 4 bagian. Pada bagian pertama, dia membahas tentang sistem abangan , di mana hal ini lebih menekankan kepercayaan pada roh-roh dan menjalankan sesuatu dengan rinci. Biasanya usaha yang dilakukan untuk menghalau gangguan dan meminta keselamatan dari roh ini disebut sebagai slametan . Pada Mojokuto, Geertz menjelaskan bahwa hajatan ini lebih mirip sepe

SIREN DI PULAU ATYCHIA

Ikan-ikan kecil berputar di bawahku. Membentuk sebuah pusaran yang buyar ketika aku lemparkan kerikil batu. Ombak-ombak laut hari ini tidak terlalu besar, bahkan cenderung tidak ada. Paman Damian, pak tua itu, seperti biasanya memancing sejak pagi sampai matahari tenggelam. Dari tempatku memandang, jauh di sana, ada sebuah bukit yang ayah bilang merupakan tempat binatang buas bersemayam. Aku tidak pernah ke sana, bahkan melihatnya saja membuat bulu kudukku merinding. Desa ini sudah cukup menjadi tempatku hidup, ditambah dengan adanya Circe. Bocah yang tinggal dengan bibi pemilik bar itu tidak pernah mengetahui siapa orang tuanya. Orang bilang, ayahnya adalah warga desa yang tidak pernah kembali sejak dirinya pergi memancing. Sedangkan ibunya, tidak ada yang tahu. Menurut Circe, ibunya adalah siren, karena itu ayahnya membawa Circe pulang setelah seminggu pergi memancing, dan ketika ayahnya kembali ke laut, ia tak pernah muncul lagi. ”Sedang memikirkan apa, Heros? Tampaknya dirimu larut