Langsung ke konten utama

Resensi Buku "Animal Farm"


Resensi Buku: Animal Farm oleh George Orwell.

Judul: Animal Farm

Penulis: George Orwell (Eric Arthur Blair)

Penerjemah: Bakdi Soemanto

Penyunting: Ika Yuliana Kurniasih

Perancang sampul: Fahmi Ilmansyah

Penerbit: Bentang (PT Bentang Pustaka)

Tanggal terbit: Januari 2015 (terjemahan Indonesia)

Cetakan: Pertama

Isi halaman: 174 halaman

ISBN: 978-602-291-070-1

 

            George Orwell adalah penulis buku Animal Farm yang lahir di India lalu menempuh pendidikan terakhir di Eton College dan pada tahun 1945 ia menerbitkan bukunya berjudul Animal Farm. Namun, suksesnya buku ini baru bisa dirasakan 5 tahun kemudian. Buku ini diterbitkan pada bulan Januari tahun 2015 di Yogyakarta oleh penerbit Bentang. Cukup lama dari tahun terbitan asli. Novel ini ditulis semasa Perang Dunia II dan merupakan novel yang menyindir kekuasaan petinggi Uni Soviet pada masa itu.

 

Sampul "Animal Farm" dan George Orwell.

-Sinopsis-

            Babi itu bernama Mayor Tua, dia berpidato berapi-api dihadapan para binatang lainnya di Peternakan Manor. Peternakan itu milik seorang pria yang disebut Pak Jones. Pidato itu berisi ajakan untuk memberontak dan membuat para binatang di Peternakan Manor bebas. Mayor mengatakan bahwa selama ini binatang diperlakukan tidak selayaknya. Semua hasil dari binatang hanya dikonsumsi manusia tanpa para binatang itu bisa nikmati. Setelah berpidato, Mayor mengajarkan lagu “Hewan-hewan Inggris” yang langsung mereka jadikan seperti lagu kebangsaan.

 

            Beberapa hari telah berlalu dan sayangnya Mayor meninggal akibat umurnya. Kini para babi berunding untuk menentukan siapa penerus dari rencana pemberontakan. Dipilihlah dua ekor babi yang saling bertolak belakang dalam banyak hal, Napoleon dan Snowball. Napoleon dalam pemerintahannya adalah babi yang hampir selalu tidak setuju dengan rencana-rencana Snowball, si pandai. Suatu malam, pemberontakan mereka berhasil dan Pak Jones serta istrinya sudah hilang dari peternakan.

 

            Awalnya semua berjalan lancar, dan dibuatlah 7 aturan yang wajib para binatang itu patuhi untuk menjaga kehidupan agar tetap stabil. Snowball juga membuat sebuah kelas dimana ia mengajarkan binatang lainnya untuk membaca dan menulis. Tentu, tidak semua binatang bisa mengerti dengan cepat dan lancar, Boxer si kuda misalnya. Seekor induk anjing melahirkan kesembilan anaknya dimasa peternakan itu sedang jaya-jayanya. Napoleon dengan segera merawat mereka secara diam-diam.

 

            Suatu hari, Pak Jones membawa beberapa orang dan kembali ke peternakannya yang berubah nama menjadi Peternakan Hewan. Akibat peternakan itu, para binatang dan manusia saling melukai dan tertembaklah Snowball, namun tidak sampai mati. Pertempuran itu dinamai “Pertempuran Bangsal Sapi”. Rencana pembuatan kincir angin untuk mengalirkan listrik digagas awalnya oleh Snowball, namun seperti yang kita ketahui Napoleon akan menolak secara mentah-mentah. Bahkan Snowball sampai diusir dari peternakan oleh anjing-anjing yang sebelumnya Napoleon latih. Akibat kejadian itu, Napoleon menjadi pemimpin tunggal.

 

            Di bawah pemerintahan Napoleon, semuanya berubah sedikit demi sedikit menjadi kacau. Makanan tidak sebanyak dulu, pembunuhan binatang lainnya, pembangunan kincir angin yang gagal, hingga kerjasama dengan manusia yang sebelumnya menjadi musuh.

 

-Ulasan-

            Saya, sebagai pembaca yang baru saja memasuki dunia buku dan novel hanya bisa mengatakan bahwa buku ini sangat menggugah sesuatu di dalam diri. Berbeda dari novel kebanyakan yang dibaca oleh kalangan remaja, novel ini tidak mengandung unsur romantis sama sekali. Melainkan tentang politik dan mungkin sedikit menyinggung penguasa-penguasa di masa itu. Walaupun buku ini diterbitkan tergolong telat di Indonesia, namun kita masih bisa menghubungkan apa isi dari buku ini dan kehidupan manusia di zaman sekarang. Bahasa yang digunakan sebenarnya agak sulit untuk pemula karena ini novel terjemahan. Meskipun banyak tokoh yang langsung disebutkan di awal, namun saya tidak merasa susah untuk mengingatnya. Sejauh ini, saya sudah membaca 4 buku dan buku ini tetap yang paling saya sukai.

 

-Kelebihan dan Kekurangan-

            Kelebihan buku ini menurut pandangan saya adalah, buku ini tetap bisa dibaca tanpa kesulitan oleh berbagai orang dari semua benua. Mengingat isinya adalah tentang penguasa busuk seperti Napoleon. Dan pasti di setiap negara ada seorang pemimpin yang bisa disebut Napoleon 2. Jumlah halamannya juga tidak terlalu banyak, cocok untuk dibaca sebagai bacaan ringan di sela-sela kesibukan. Novel ini juga membuat wawasan kita tentang komunisme menjadi lebih terbuka.

 

            Kekurangan dari buku ini tentu adalah bahasa yang digunakan. Untuk pemula, sepertinya buku ini cukup sulit dibaca satu kali. Beberapa kata juga masih terasa asing ditelinga sehingga pembaca harus mencari terlebih dahulu artinya. Penyebutan tokoh-tokoh di awal mungkin juga bisa membingungkan sebagian pembaca.

Komentar

Yang disukai

Dia itu Siapa?

Sebelum pembaca memulai, saya ingin mengawali kisah ini bahwa semuanya adalah fiksi belaka. Jika anda berspekulasi saya menceritakan kisah seseorang, anda salah. Simpan saja pikiran itu sendiri! • Baru saja Dia menyelesaikan buku berjudul "Almond" yang sejak lama sudah menunggu di dalam  wishlist -nya. Penyebabnya tidak muluk-muluk, Dia merasa dirinya mirip dengan karakter yang ada di dalamnya. Dalam proses membaca ia perlahan-lahan membayangkan apa maksud dari kata-perkata buku tersebut. Sedang pikirannya ikut mengiyakan apa yang dirinya anggap sama.  Tidak hanya satu-dua kejadian yang Dia akui mirip. Memang, dalam buku tersebut menceritakan manusia tanpa emosi yang seringkali dianggap aneh. Sampai akhirnya manusia tadi harus belajar dan berlatih hanya untuk mengungkapkan dan memahami emosi.  Dia berpikir bahwa apa yang ada di dalam buku itu adalah dirinya. Sangat jarang Dia terlihat menangis di depan orang lain. Alasannya mudah saja, ia tidak paham mengapa orang-orang berpi

KARENA JURNALISME BUKAN MONOPOLI WARTAWAN: SEBUAH TAMPARAN

” Atau, di sini, wartawan dan media, memang pantang menyesali dan meminta maaf untuk pemberitaan mereka yang keliru...” Judul                       : Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan Penulis                     : Rusdi Mathari Penyunting              : Wisnu Prasetya Utomo Perancang Sampul    : Ayos Purwoaji Penerbit                   : Buku Mojok Cetakan                   : Pertama Tahun                      : Juli 2018 Harga                     : Rp78.000,00 ISBN                       : 978-602-1318-64-5   Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan  adalah sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan oleh  Rusdi Mathari  dari sejak tahun 2007-an sampai 2016-an. Tulisan ini sebenarnya telah diterbitkan dalam media sosial Rusdi seperti Facebook dan situs blog. Tidak seperti tulisan kebanyakan yang menyajikan peristiwa atau data dalam bahasa membosankan dan kaku, Rusdi memaparkannya dalam bahasa yang sederhana, sesekali dirinya bertanya pada pembaca. Secara terang-terangan, dari jud