Resensi Buku: Saman oleh Ayu Utami.
Judul: Saman
Penulis: Ayu Utami (Justina
Ayu Utami)
Perancang
sampul: Lukisan kaca oleh Ayu Utami
Penerbit: Kepustakaan Populer
Gramedia
Tanggal
terbit: Mei 2013
Cetakan: Ke-31
Isi
halaman: 200 halaman
ISBN: 978-979-91-0570-7
Saman adalah novel pertama karya Ayu Utami yang langsung memenangkan Sayembara Roman Dewan Kesenian Jakarta pada
tahun 1998. Buku ini mengambil latar pada masa Orde Baru. Beberapa isinya juga
menunjukkan adegan yang mirip seperti masa itu. Saman, sebagai seorang pastur
harus bergulat dengan iman dan nafsunya sendiri.
-Sinopsis-
4
sahabat bernama Laila, Shakuntala, Cokorda, dan Yasmin melatar
belakangi kisah dari novel ini. Dimulai dari kisah cinta Laila dan Sihar,
pria yang ditemuinya secara tak sengaja akibat pekerjaan. Sihar adalah sosok
pekerja keras di perusahaan minyak yang merupakan “pria idaman” Laila. Saat
bekerja itu, terjadilah sebuah ledakan yang membuat rekan kerja Sihar hilang,
mungkin meninggal. Sihar yang tidak terima akan menuntut bos yang menyuruh dijalankannya
sistem padahal Sihar sudah menolak karena resiko meledak.
Laila, sebagai orang yang jatuh
cinta pastinya akan selalu membantu pria pujaannya itu. Sihar menerima bantuan Laila
dan akhirnya mereka menjadi lebih dekat hingga menjalin hubungan “pacaran”.
Walaupun mereka berpacaran, masing-masing merasa berdosa karena Sihar sudah
beristri dan Laila merasa bersalah pada orang tuanya.
Dimulai dari kerjasama antara Yasmin
si pengacara, Saman si aktivis LSM, Sihar si penuntut, dan Laila sebagai
penghubung dari semuanya. Akibat dari kerjasama itu, Sihar dan Saman menjadi
lebih dekat. Dan karena kedekatan itu pula, Laila menjadi teringat bagaimana
kisah cintanya dengan Saman dulu. Setelah kisah cinta Laila itulah, diceritakan
secara panjang dan lengkap kisah hidup dari Saman. Dari awalnya dia hanya
seorang anak kecil hingga bagaimana dia bisa menjadi aktivis LSM.
-Ulasan-
Saman
ini menurut saya merupakan buku pertama yang saya baca secara gamblang
menyebutkan kata-kata yang dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat.
Seperti penyebutan alat kelamin tanpa sensor apapun. Untuk saya sendiri membaca
buku ini awalnya cukup membosankan karena tidak mengerti akan kemana tujuan
dari penulis menuliskan kisah Laila di awal. Saya tidak menemukan nama “Saman”
sama sekali hingga bagian pertengahan buku. Alur yang maju-mundur membuat saya
kebingungan hingga harus kembali ke bab sebelumnya dan melihat tanggal yang
dicantumkan. Bahasa yang digunakan sekali lagi cukup susah dimengerti untuk pemula
yang baru menamatkan beberapa buku sebelumnya. Banyak majas hiperbola yang juga
menambahkan kesulitan saya dalam membaca buku ini. Walaupun Saman adalah seorang
pastur, tapi buku ini juga memuat keislaman seperti penyebutan ibu-ibu yang
sedang bersholawat.
-Kelebihan
dan Kekurangan-
Kelebihan
dari buku ini adalah penggambaran tokohnya yang memiliki macam-macam karakter
sehingga novel ini seakan benar-benar menceritakan kisah non-fiksi. Walaupun dari
sampulnya kita bisa melihat dua pasangan, tapi buku ini tidak hanya menyangkut
tentang keromantisan. Banyak nilai sosial dan politik yang bisa kita hubungkan
dengan masa Orde Baru dan masa kini. Misalnya saat bos di tempat Sihar bekerja
yang pernah selamat dari tuduhan karena kekuasaan Ayahnya. Selain itu, latar
tempat dari novel ini macam-macam. Sehingga saya sebagai pembaca bisa sambil
seperti berkeliling dunia dan membayangkan seperti apa tempat itu.
Kekurangannya menurut saya pribadi adalah
bahasa yang digunakan merupakan bahasa “tinggi” kalau saya sebutkan. Banyak
majas hiperbola yang membuat bingung. Selain itu, alur maju mundur yang tidak
beraturan juga menambahkan kesulitan yang sedang saya alami. Sebenarnya saya
bingung dengan masalah utama dari novel ini setelah selesai membaca. Namun,
masalah tadi hanya bisa ditemukan bila kita memperbesar kacamata kita.
Komentar
Posting Komentar