Langsung ke konten utama

Resensi Buku "Gadis Kretek"

Resensi Buku: Gadis Kretek oleh Ratih Kumala.

Judul: Gadis Kretek

Penulis: Ratih Kumala

Penyunting: Mirna Yulistianti

Perancang sampul: Iksaka Banu

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Tanggal terbit: Maret 2012

Cetakan: Pertama

Isi halaman: 275 halaman

ISBN: 978-979-22-8141-5

 

            Gadis Kretek merupakan karya Ratih Kumala. Dia adalah lulusan dari Universitas Sebelas Maret fakultas Sastra Inggris. Ia juga pernah bekerja sebagai editor naskah drama di sebuah televisi swasta. Karyanya yang satu ini ia tulis karena dulu kakeknya pernah memiliki pabrik rokok. Namun, pabrik tersebut telah bangkrut sebelum Ratih Kumala lahir. Karena latar belakangnya itu, dia bisa menjelaskan hal-hal tentang rokok dibuku ini secara mendetail.

 

Sampul "Gadis Kretek" dan Ratih Kumala.

-Sinopsis-

            Pria yang sedang berbaring itu adalah pemilik rokok bermerk Djagat Raja, Soeraja. Di dalam tidurnya ia akhir-akhir ini sering kali menyebutkan kata “Jeng Yah”. Ketiga anaknya, Tegar, Karim, dan Lebas tidak memiliki pengetahuan apapun tentang orang yang disebut-sebut oleh Romonya. Sedangkan istri dari pria tadi hanya bisa mengomel dan mengeluh karena yang merawat Soeraja adalah dirinya, sedangkan yang dirawat malah menyebut nama perempuan lain.

 

            Tak ingin Ayahnya wafat tanpa memenuhi permintaannya, Lebas, si bungsu berinisiatif untuk pergi mencari Jeng Yah. Lebas tahu, dia tidak memiliki informasi apapun tentang wanita bernama Jeng Yah. Namun, berbekal info bahwa dulu Romonya bertemu dia terakhir di Kudus, akhirnya Lebas berangkat. Ya, tanpa sepengetahuan Ibunya.

 

            Perjalanan Lebas mencari Jeng Yah tidak semulus yang dipikirkan pembaca. Anak ini dikenal sebagai pribadi yang suka menunda-nunda dan cepat bosan. Di tengah perjalanan, dia sempat mampir di studio temannya, Erik. Di studio itu dia beristirahat, tidur, merokok bersama teman-temannya. Namanya kakak sulung, ia tahu adik terakhirnya tidak pernah serius mengatasi sesuatu. Didasari hal itu, akhirnya Tegar ikut menyusul Lebas di Cirebon dan segera membawanya ke tujuan utama, Kudus. Entah bagaimana caranya, anak penengah, Karim, ikut serta dalam pencarian wanita bernama Jeng Yah itu.

 

-Ulasan-

            Menurut saya,  novel ini adalah novel yang mudah dibaca dengan lancar tanpa hambatan. Mengapa? Karena bahasa yang digunakan menurut saya adalah bahasa sehari-hari. Saya yakin, pemula seperti saya pun pasti akan bisa membaca ini dalam waktu sehari saja. Cara penulis mendeskripsikan hal-hal berbau rokok juga sangan mendetail dan rinci sehingga saya yang buta tentang dunia rokok bisa terbuka wawasannya. Seperti sejarah bagaimana sebelum adanya rokok kretek, yang pada masa itu hanya ada klobot. Klobot sendiri masih terasa asing ditelinga saya dan itu membuat jari saya mengetikkan kata “klobot” di mesin pencarian. Ilustrasi yang diberikan setiap pergantian bab juga menambah imajinasi saya akan desain-desain rokok yang dimaksud. Jadi para pembaca tidak perlu memikirkan bagaimana bentuk yang dimaksud oleh penulis. Selain perkara rokok, penulis juga mencantumkan beberapa kejadian yang terjadi di masa lalu. Misalnya, tentang PKI yang membunuh para jenderal sehingga para pengikutnya dicari. Persaingan bisnis juga bisa kita jumpai di buku ini. Membuat saya mengerti bagaimana sebuah bisnis memiliki pesaing.

 

-Kelebihan dan Kekurangan-

            Kelebihan dari buku ini sebelumnya sudah saya tulis di ulasan. Walaupun begitu saya akan tulis kembali. Yang paling menonjol adalah bagaimana penulis menyampaikan ceritanya dalam gaya bahasa yang mudah dimengerti pembaca “senior” dan yang masih pemula. Kemudian adalah adanya ilustrasi dari rokok-rokok yang berkembang di dalam buku itu lengkap dengan merk dan potret yang dimaksud. Pendeskripsian dari bahan-bahan rokok membuat pembaca bisa berimajinasi tentangnya. Seperti tembakau, cengkeh, saus, dan rasa dari rokok itu sendiri.

 

            Kekurangannya adalah menurut saya, endingnya yang terkesan terburu-buru. Pembaca mungkin mengharapkan cerita mendetail seperti di awal, namun menurut saya akhir dari cerita ini seperti “begitu saja?”. Mungkin ini tidak masalah bagi sebagian orang, namun ini adalah pendapat saya tentang ending.

Komentar

Yang disukai

Dia itu Siapa?

Sebelum pembaca memulai, saya ingin mengawali kisah ini bahwa semuanya adalah fiksi belaka. Jika anda berspekulasi saya menceritakan kisah seseorang, anda salah. Simpan saja pikiran itu sendiri! • Baru saja Dia menyelesaikan buku berjudul "Almond" yang sejak lama sudah menunggu di dalam  wishlist -nya. Penyebabnya tidak muluk-muluk, Dia merasa dirinya mirip dengan karakter yang ada di dalamnya. Dalam proses membaca ia perlahan-lahan membayangkan apa maksud dari kata-perkata buku tersebut. Sedang pikirannya ikut mengiyakan apa yang dirinya anggap sama.  Tidak hanya satu-dua kejadian yang Dia akui mirip. Memang, dalam buku tersebut menceritakan manusia tanpa emosi yang seringkali dianggap aneh. Sampai akhirnya manusia tadi harus belajar dan berlatih hanya untuk mengungkapkan dan memahami emosi.  Dia berpikir bahwa apa yang ada di dalam buku itu adalah dirinya. Sangat jarang Dia terlihat menangis di depan orang lain. Alasannya mudah saja, ia tidak paham mengapa orang-orang berpi

KARENA JURNALISME BUKAN MONOPOLI WARTAWAN: SEBUAH TAMPARAN

” Atau, di sini, wartawan dan media, memang pantang menyesali dan meminta maaf untuk pemberitaan mereka yang keliru...” Judul                       : Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan Penulis                     : Rusdi Mathari Penyunting              : Wisnu Prasetya Utomo Perancang Sampul    : Ayos Purwoaji Penerbit                   : Buku Mojok Cetakan                   : Pertama Tahun                      : Juli 2018 Harga                     : Rp78.000,00 ISBN                       : 978-602-1318-64-5   Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan  adalah sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan oleh  Rusdi Mathari  dari sejak tahun 2007-an sampai 2016-an. Tulisan ini sebenarnya telah diterbitkan dalam media sosial Rusdi seperti Facebook dan situs blog. Tidak seperti tulisan kebanyakan yang menyajikan peristiwa atau data dalam bahasa membosankan dan kaku, Rusdi memaparkannya dalam bahasa yang sederhana, sesekali dirinya bertanya pada pembaca. Secara terang-terangan, dari jud