Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

KISI-KISI HIDUP BAHAGIA SEPERTI BUSHMAN

  The Gods Must be Crazy yang diterbitkan pada tahun 1980 ini sempat kembali muncul ke permukaan. Tak jarang, akun-akun Instagram mengunggah kisah pilu di balik produksi film tersebut. Siapa yang tidak tertarik, ketika mendengar fakta bahwa aktor untuk pemeran utamanya hanya mendapatkan bayaran minim. Di sisi lain, film ini memang pantas untuk dinikmati dan ditonton kembali oleh masyarakat masa kini. Pasalnya, masyarakat kita saat ini sedang dilanda banyak kecemasan. Mulai dari takut miskin, hingga tidak bisa bahagia. Secara singkat, film yang memiliki anggaran lima juta dolar Amerika Serikat ini menceritakan kisah sebuah suku di pedalaman Afrika Selatan, Botswana. Suku Semak, atau dalam film lebih sering disebut dengan Bushman , hanya memiliki beberapa personil yang terdiri dari orang dewasa dan anak kecil. Suku ini tinggal dan menetap di Kalahari, sebuah kawasan yang kering tanpa genangan air. Di tempat itu, bahkan para binatang memilih untuk berpindah ke kawasan yang lebih subur. H

CLIFFORD GEERTZ HARUSNYA MAIN KE MADURA, TAK IYE?

  "The Religion of Java ” atau lebih tepatnya dikenal dengan terjemahan “ Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa ” merupakan sebuah buku karya Clifford Geertz dari hasil dia meneliti sebuah daerah. Dipercaya nama Mojokuto itu adalah sebuah samaran dari nama kota di Jawa Timur dengan banyak penduduk 18.000 asli Jawa, 1.800 Cina, dan sisanya orang Arab serta India. Dalam proses meneliti ini, Clifford Geertz cenderung menggunakan Bahasa Jawa dan mengikuti secara langsung proses-proses atau ritual yang dilakukan oleh masyarakat. Dalam buku ini, Clifford Geertz membahas ketiga sistem (abangan, santri, priyayi) menjadi 4 bagian. Pada bagian pertama, dia membahas tentang sistem abangan , di mana hal ini lebih menekankan kepercayaan pada roh-roh dan menjalankan sesuatu dengan rinci. Biasanya usaha yang dilakukan untuk menghalau gangguan dan meminta keselamatan dari roh ini disebut sebagai slametan . Pada Mojokuto, Geertz menjelaskan bahwa hajatan ini lebih mirip sepe

SIREN DI PULAU ATYCHIA

Ikan-ikan kecil berputar di bawahku. Membentuk sebuah pusaran yang buyar ketika aku lemparkan kerikil batu. Ombak-ombak laut hari ini tidak terlalu besar, bahkan cenderung tidak ada. Paman Damian, pak tua itu, seperti biasanya memancing sejak pagi sampai matahari tenggelam. Dari tempatku memandang, jauh di sana, ada sebuah bukit yang ayah bilang merupakan tempat binatang buas bersemayam. Aku tidak pernah ke sana, bahkan melihatnya saja membuat bulu kudukku merinding. Desa ini sudah cukup menjadi tempatku hidup, ditambah dengan adanya Circe. Bocah yang tinggal dengan bibi pemilik bar itu tidak pernah mengetahui siapa orang tuanya. Orang bilang, ayahnya adalah warga desa yang tidak pernah kembali sejak dirinya pergi memancing. Sedangkan ibunya, tidak ada yang tahu. Menurut Circe, ibunya adalah siren, karena itu ayahnya membawa Circe pulang setelah seminggu pergi memancing, dan ketika ayahnya kembali ke laut, ia tak pernah muncul lagi. ”Sedang memikirkan apa, Heros? Tampaknya dirimu larut

TALIBAN DAN ARAB SPRING: AKANKAH TERULANG KEMBALI?

Baru-baru ini media dikejutkan dengan situasi di Afganistan yang sedang kacau diacak-acak oleh Taliban. Gerakan tersebut muncul diakibatkan kekecewaan dari masyarakat etnis Pashtun yang tidak suka dengan pemerintahan sekarang. Hingga akhirnya kini istana kepresidenan jatuh di tangan Taliban. Sedang pemimpinnya sendiri, memilih untuk kabur dan meninggalkan negaranya dalam situasi tersebut. Taliban sering dikait-kaitkan dengan teroris-teroris semacam Al-Qaeda, namun hingga saat ini, tidak muncul siapakah sebenaranya dalang dari di balik berkuasanya Taliban. Dengan tujuan yang katanya hanya ingin menerapkan Hukum Islam di pemerintahan, Taliban berjanji tidak akan mengulangi ‘kesalahan’ yang dulu pernah mereka lakukan. Dalam sejarahnya, pada tahun 1996, setelah Taliban berhasil merebut istana kepresidenan dalam genggaman Najibullah Ahmadzai, mereka langsung menyatakan bahwa Afganistan merupakan negara yang menganut Hukum Islam. Dalam hal tersebut, terdapat tiga negara yang mengakui p

KARENA JURNALISME BUKAN MONOPOLI WARTAWAN: SEBUAH TAMPARAN

” Atau, di sini, wartawan dan media, memang pantang menyesali dan meminta maaf untuk pemberitaan mereka yang keliru...” Judul                       : Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan Penulis                     : Rusdi Mathari Penyunting              : Wisnu Prasetya Utomo Perancang Sampul    : Ayos Purwoaji Penerbit                   : Buku Mojok Cetakan                   : Pertama Tahun                      : Juli 2018 Harga                     : Rp78.000,00 ISBN                       : 978-602-1318-64-5   Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan  adalah sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan oleh  Rusdi Mathari  dari sejak tahun 2007-an sampai 2016-an. Tulisan ini sebenarnya telah diterbitkan dalam media sosial Rusdi seperti Facebook dan situs blog. Tidak seperti tulisan kebanyakan yang menyajikan peristiwa atau data dalam bahasa membosankan dan kaku, Rusdi memaparkannya dalam bahasa yang sederhana, sesekali dirinya bertanya pada pembaca. Secara terang-terangan, dari jud

KUCUMBU TUBUH INDAHKU (2019): KEBRUTALAN YANG INDAH

  Film yang sempat mengundang teguran, bahkan pemboikotan dari khalayak ini menyimpan berbagai macam seluk-beluk dari dualisme seorang laki-laki. Laki-laki yang dipandang sebagai makhluk dengan kemaskulinitas, ternyata juga memiliki sisi femininnya. Namun yang kedua itu jarang ditampakkan. Mengapa? Karena pandangan sekitar. Laki-laki yang menonjolkan sisi femininnya tak jarang dilabeli sebagai “waria” atau wanita dan pria. Meskipun, sebenarnya tidak ada penghubung antara kedua elemen tersebut. Di dalam film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) atau dengan judul Bahasa Inggris Memories of My Body (2019), Garin Nugroho ingin menampakkan wujud dari kehidupan sebenarnya. Sungguh, beberapa adegan di dalam film ini terkadang membuat penonton menjadi meringis, mual, atau bahkan jijik. Bukan karena adegan-adegan bercintanya, namun film ini sering memperlihatkan kebrutalan yang dianggap sebagai “klimaks” oleh Garin Nugroho sendiri (berdasarkan wawancara beliau dengan KOMPASTV). Brutal? Tidak terlal

Dia itu Siapa?

Sebelum pembaca memulai, saya ingin mengawali kisah ini bahwa semuanya adalah fiksi belaka. Jika anda berspekulasi saya menceritakan kisah seseorang, anda salah. Simpan saja pikiran itu sendiri! • Baru saja Dia menyelesaikan buku berjudul "Almond" yang sejak lama sudah menunggu di dalam  wishlist -nya. Penyebabnya tidak muluk-muluk, Dia merasa dirinya mirip dengan karakter yang ada di dalamnya. Dalam proses membaca ia perlahan-lahan membayangkan apa maksud dari kata-perkata buku tersebut. Sedang pikirannya ikut mengiyakan apa yang dirinya anggap sama.  Tidak hanya satu-dua kejadian yang Dia akui mirip. Memang, dalam buku tersebut menceritakan manusia tanpa emosi yang seringkali dianggap aneh. Sampai akhirnya manusia tadi harus belajar dan berlatih hanya untuk mengungkapkan dan memahami emosi.  Dia berpikir bahwa apa yang ada di dalam buku itu adalah dirinya. Sangat jarang Dia terlihat menangis di depan orang lain. Alasannya mudah saja, ia tidak paham mengapa orang-orang berpi

Pedagang Jabatan dan Media Sama Saja

Pedagang Jabatan dan Media Sama Saja. Baru-baru ini muncul berita mengenai praktek jual-beli jabatan di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa). Praktek tersebut diduga dilakukan oleh seorang staf khusus yang menawarkan "jualannya" pada orang-orang yang senang dengan sesuatu yang instan. Tidak bisa dipungkiri, hampir semua orang suka sesuatu yang instan alias tanpa proses. Ibaratnya, yang lain susah payah berjalan menaiki tangga, kita hanya perlu menaiki lift saja untuk sampai ke lantai atas. Namun, setiap perbuatan yang instan hasilnya tidak terlalu baik. Banyak resiko akan kemudahan yang banyak orang gemari ini. Salah-salah bisa dibui hanya karena memakai jalan pintas. Dan orang yang seharusnya siap dibui jika ia diketahui telah menggunakan jalan pintas itu adalah staf khusus ini. Dia menyediakan sebuah lapak untuk orang-orang agar mau sampai ke jabatan atas secara instan, tanpa proses. Tidak hanya memperjualbelikan jabatan untuk sekant

Resensi Buku: Pers di Masa Orde Baru oleh David T. Hill.

Judul : Pers di Masa Orde Baru (The Press in New Order Indonesia Penulis : David T. Hill Penerjemah : Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo Perancang sampul : Iksaka Banu Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia Tanggal terbit : Juli 2011 Cetakan : Pertama Isi halaman : 232 halaman ISBN : 978-979-461-786-1     Pers di Masa Orde Baru merupakan sebuah karya terjemahan dari David T. Hill. Buku ini berjudul asli "The Press in New Order Indonesia" dan diterjemahkan oleh Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo. Dengan awalan yang cukup panjang untuk sebuah monograf, pembaca yang belum pernah membaca sejarah mengenai orde baru pasti akan merasa bingung. Pembaca dibuat berputar-putar dengan ingatan-ingatan kelam akan dunia jurnalis itu dari tahun ke tahun. Banyak terbitan-terbitan majalah ataupun koran harian yang dibredel tanpa peringatan. Memang, saat orde baru kekuasaan yang utama ada di tangan Presiden Soeharto. Buku