Langsung ke konten utama

Hari Spesialku, Tapi Bohong.

Hari ini, aku membuka mata seperti hari-hari lainnya. Tidak ada yang spesial memang, bahkan menurutku masih lebih spesial mie ayam depan pasar. Yang kalau aku makan, bikin aku kepingin tambah lagi, padahal masih satu suapan.

 

Yah, beginilah hidup sebagai mahasiswa online. Hari kami diawali dengan sapaan Google Classroom. Isinya tuntutan dari para dosen, yang aku sendiri tidak tahu apakah beliau-beliau benar benar ada. Bertemu pun tidak pernah, apalagi tahu rupanya.

 

Sembari menonton eksplanasi virtual, aku mendengar suara derap kaki yang khas didengar. “Ah, pasti ibu.” begitulah aku membatin. Benar saja, beliau menyodorkan nasi bungkus, sebagai ganti agar aku tidak perlu mengharapkan masakannya di pagi hari.

 

Tapi, tunggu dulu.

 

Aku cukupkan cerita diatas hanya sampai sini. Kau tanya mengapa? Itu hanya terjadi saat hari kuliah, bung. Hari ini aku libur, ya, libur.

 

Orang-orang pasti berpikir adalah hal yang menyenangkan hari libur itu. Bagiku hari tersebut sama saja dengan hari lainnya. Bangun, mandi, makan, sekali lagi, tidak ada yang spesial.

 

Ingin bertemu dengan kawan lama pun juga sulit, mereka berkutat dengan kesibukan masing-masing. Jikalau bertemu, semacam ada dinding pembatas diantara kami. Leluconku dan leluconnya sudah tidak satu jalur. Menimbulkan tawa palsu yang sudah aku latih sehari sebelum kami meet up.

 

Lupakan tentang bertemu kawan lama, aku bisa bersenang-senang dan membuat diriku nyaman di dalam kamar kecil ini.

 

Geser terus sampai mampus, seperti itulah diriku saat terjebak di dalam platform Instagram. Tidak peduli kuotaku yang terus mendekati angka nol, jariku berhasrat untuk terus menggeser tontonan-tontonan menarik di dalamnya.

 

Begitupun YouTube, kutonton suguhan video ASMR yang membantuku tidur. Bahkan lebih ampuh dari obat tidur “Lelap” yang waktu itu aku beli dari apotek. Mana harganya mahal. Apa? Berapa? Yah, lima belas ribu rupiah itu mahal untuk kami, para mahasiswa. Bisa kubuat beli mie ayam depan pasar dua porsi.

 

Apakah kalian sudah bosan dengan ceritaku? Jika iya, ya sudah, lanjutkan saja membacanya sampai tamat. Kan aku sudah bilang, kuajak kalian berkeluh-kesah denganku, dan harus mau. Benar tidak? Ah, jangan mencaci-makiku di dalam hati juga. Dibawah ada kolom komentar, tumpahkan unek-unek kalian tentang tulisanku.

 

Huh, gara-gara kalian yang bosan dengan kegiatan satu hariku tadi, bagaimana kalau aku ceritakan tentang pengalamanku saat menulis catatan harian ini? Apa? Tidak menarik? Hei, dengarkan dulu wahai manusia yang tidak pernah sempurna.

 

Sudah menjadi kebiasaanku untuk mengerjakan sesuatu tepat sebelum deadline. Rasanya seperti ide-ide yang belum pernah tergali tiba-tiba saja muncul dan tersalurkan melalui ketikan jari. Puluhan kali kubaca tulisanku dari awal, hanya untuk memberikan contoh jika pembaca benar-benar mengerti apa yang aku maksudkan.

 

Aku sendiri suka merasa aneh dengan gaya bahasaku, apakah mungkin karena aku menggemari cerita dari Wattpad yang mayoritas menggunakan bahasa sehari-hari? Entahlah, iyakan saja.

 

Baru saja aku berhenti sejenak untuk memikirkan apa yang selanjutnya akan aku tulis, namun tiba-tiba badanku merasa sedikit bergoyang. Makan, aku belum menyantap hidangan apapun dari siang tadi. Hanya air yang kuteguk sebagai teman kebut semalam.

 

Untunglah, sebentar lagi catatan harianku mencapai target lima ratus kata, aku sudah tidak sabar untuk menyantap Indomie goreng lengkap dengan telur dadar, walaupun tidak seenak mie ayam depan pasar. Cukup, perutku sedang berprotes saat ini.

 

Sudah malam, jam menunjukkan pukul sebelas lebih satu menit. Tapi, apakah setelah ini berakhir aku akan terlelap? Oh tidak, kalian sudah lupa ya dengan agenda Indomie gorengku? Ya sudah, sekian saja keluh kesah dan pikiran-pikiran random dariku untuk hari ini. Besok, jangan lupa sentuhkan jarimu di alamat blogku dan nantikan keluh kesahku yang lain.

 

Terima kasih ~

 

Komentar

Yang disukai

Dia itu Siapa?

Sebelum pembaca memulai, saya ingin mengawali kisah ini bahwa semuanya adalah fiksi belaka. Jika anda berspekulasi saya menceritakan kisah seseorang, anda salah. Simpan saja pikiran itu sendiri! • Baru saja Dia menyelesaikan buku berjudul "Almond" yang sejak lama sudah menunggu di dalam  wishlist -nya. Penyebabnya tidak muluk-muluk, Dia merasa dirinya mirip dengan karakter yang ada di dalamnya. Dalam proses membaca ia perlahan-lahan membayangkan apa maksud dari kata-perkata buku tersebut. Sedang pikirannya ikut mengiyakan apa yang dirinya anggap sama.  Tidak hanya satu-dua kejadian yang Dia akui mirip. Memang, dalam buku tersebut menceritakan manusia tanpa emosi yang seringkali dianggap aneh. Sampai akhirnya manusia tadi harus belajar dan berlatih hanya untuk mengungkapkan dan memahami emosi.  Dia berpikir bahwa apa yang ada di dalam buku itu adalah dirinya. Sangat jarang Dia terlihat menangis di depan orang lain. Alasannya mudah saja, ia tidak paham mengapa orang-orang berpi

KARENA JURNALISME BUKAN MONOPOLI WARTAWAN: SEBUAH TAMPARAN

” Atau, di sini, wartawan dan media, memang pantang menyesali dan meminta maaf untuk pemberitaan mereka yang keliru...” Judul                       : Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan Penulis                     : Rusdi Mathari Penyunting              : Wisnu Prasetya Utomo Perancang Sampul    : Ayos Purwoaji Penerbit                   : Buku Mojok Cetakan                   : Pertama Tahun                      : Juli 2018 Harga                     : Rp78.000,00 ISBN                       : 978-602-1318-64-5   Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan  adalah sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan oleh  Rusdi Mathari  dari sejak tahun 2007-an sampai 2016-an. Tulisan ini sebenarnya telah diterbitkan dalam media sosial Rusdi seperti Facebook dan situs blog. Tidak seperti tulisan kebanyakan yang menyajikan peristiwa atau data dalam bahasa membosankan dan kaku, Rusdi memaparkannya dalam bahasa yang sederhana, sesekali dirinya bertanya pada pembaca. Secara terang-terangan, dari jud