Langsung ke konten utama

Libur Tidak Libur.

Halo, teman keluh kesahku. Selamat datang di catatan harian seorang Chindy. 

Hari ini adalah hari liburku, seharusnya. Tapi, pesan dari grup angkatan "Trunojoyo Muda" membuatku berkata "Lagu lama, aransemen baru." 

Hari liburku diisi oleh kegiatan webinar dari pihak kampus, untuk memperingati tanggal 28 Oktober sebagai hari sumpah pemuda. Mereka bilang itu adalah sebuah kewajiban. Jadi, ya aku ikuti saja.

Pukul 8 dengan jelas terpampang di pesan pengumuman. Tapi seperti yang kalian tahu, Indonesia menganut paham "jam karet" yang mana tidak ditentukan berapa lama ngaretnya. 

Kubuka laptopku tepat pada pukul 08.05, aku kira aku sudah telat. Nyatanya, kode masuk Zoom masih belum disebarluaskan. Padahal, mereka bilang akan membagikannya 30 menit sebelum pukul 08.00. 

Aku menunggu tautan untuk Zoom dan siaran YouTube sembari membaca pesan dari teman-temanku yang masih menganggur belum kubaca. Mereka juga masih belum mendapatkan tautannya. Beberapa dari mereka mengeluh, termasuk aku.

Tak berapa lama, sebuah pesan berisi tautan menuju YouTube kuterima. Aku klik, kemudian itu membawaku ke video pembukaan. Videonya seperti radio rusak, berulang-ulang. Yah, tandanya acara masih belum dimulai. 

Karena kesal sampai pukul 09.00 video tadi masih melakukan hal yang sama, aku putuskan untuk melihat drama korea saja. Waktuku terbuang sia-sia, begitu pula kuota Wi-Fi ku.

Baru saja akan memulai satu episode, sebuah pesan muncul dan mengatakan acara sudah dimulai. "Ah, sial." ucapku. 

Setelah acara selesai, aku melanjutkan agenda menonton drama koreaku. Judulnya "Record of Youth". Drama ini menceritakan tentang bagaimana anak muda mengejar cita-citanya. Setiap tokoh memiliki masalah dan karakter berbeda. Begini, akan aku ceritakan sedikit.

Pemeran utama dari drama ini adalah Sa Hye Jun atau Hyejun. Dia adalah seorang model yang tidak terlalu terkenal, seperti aku. Agensi yang menaunginya juga menganggap dirinya seperti suatu hal yang tidak penting. Walaupun dia seorang model, mimpinya adalah menjadi seorang aktor. Berbagai audisi dia lakukan, tapi tidak ada satu pun yang ingin menerimanya.

Keluarga Hyejun tidak mendukung dirinya menjadi aktor, pikiran mereka seperti "menjadi model bertahun-tahun saja tidak mendapat banyak uang, apalagi baru akan mencoba menjadi aktor.", cukup menyedihkan memang.

Sudah, cukup, jika kalian penasaran dengan dramanya kalian bisa lihat sendiri. Aku kan hanya menjelaskan siapa si peran utama, agar kalian tertarik. 

Kali ini aku mendengar derap kaki yang waktu itu aku dengar. "Nanti tolong bantu Ibu jaga warung." ucap beliau. Aku hanya mengangguk sambil masih merebahkan badan di kasur. 

Dan kini, aku sedang berada di warung. Menjaga kasir sambil menunduk mengetik catatan harian. Hanya tiga bangku yang terisi dengan pengunjung. Artinya, tidak terlalu ramai. 

Teh Pucuk juga kini menjadi teman menulisku walaupun sebenarnya aku tidak haus. Kalian tahu? Kini otakku benar-benar buntu karena tidak ada kegiatan yang bisa aku ceritakan. 

Sepertinya aku pernah bilang kepada kalian untuk mengajakku jalan-jalan agar aku ada ide. Tapi tak ada satupun yang melakukannya. Ada dua kemungkinan, tidak ada temanku yang membaca blogku atau tidak ada yang mau mengajakku. Kemungkinan yang pertama maupun kedua sama-sama membuatku sedih. Tidak, tidak sampai menangis.

Sudah ya, aku sekarang mau menulis tugas yang lain. Seperti catatan harian lainnya, jangan lupa kunjungi blogku setiap hari! Maaf, jika hari ini aku terkesan lelah. Tapi memang benar.

Terima Kasih ~

Komentar

Yang disukai

Dia itu Siapa?

Sebelum pembaca memulai, saya ingin mengawali kisah ini bahwa semuanya adalah fiksi belaka. Jika anda berspekulasi saya menceritakan kisah seseorang, anda salah. Simpan saja pikiran itu sendiri! • Baru saja Dia menyelesaikan buku berjudul "Almond" yang sejak lama sudah menunggu di dalam  wishlist -nya. Penyebabnya tidak muluk-muluk, Dia merasa dirinya mirip dengan karakter yang ada di dalamnya. Dalam proses membaca ia perlahan-lahan membayangkan apa maksud dari kata-perkata buku tersebut. Sedang pikirannya ikut mengiyakan apa yang dirinya anggap sama.  Tidak hanya satu-dua kejadian yang Dia akui mirip. Memang, dalam buku tersebut menceritakan manusia tanpa emosi yang seringkali dianggap aneh. Sampai akhirnya manusia tadi harus belajar dan berlatih hanya untuk mengungkapkan dan memahami emosi.  Dia berpikir bahwa apa yang ada di dalam buku itu adalah dirinya. Sangat jarang Dia terlihat menangis di depan orang lain. Alasannya mudah saja, ia tidak paham mengapa orang-orang berpi

KARENA JURNALISME BUKAN MONOPOLI WARTAWAN: SEBUAH TAMPARAN

” Atau, di sini, wartawan dan media, memang pantang menyesali dan meminta maaf untuk pemberitaan mereka yang keliru...” Judul                       : Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan Penulis                     : Rusdi Mathari Penyunting              : Wisnu Prasetya Utomo Perancang Sampul    : Ayos Purwoaji Penerbit                   : Buku Mojok Cetakan                   : Pertama Tahun                      : Juli 2018 Harga                     : Rp78.000,00 ISBN                       : 978-602-1318-64-5   Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan  adalah sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan oleh  Rusdi Mathari  dari sejak tahun 2007-an sampai 2016-an. Tulisan ini sebenarnya telah diterbitkan dalam media sosial Rusdi seperti Facebook dan situs blog. Tidak seperti tulisan kebanyakan yang menyajikan peristiwa atau data dalam bahasa membosankan dan kaku, Rusdi memaparkannya dalam bahasa yang sederhana, sesekali dirinya bertanya pada pembaca. Secara terang-terangan, dari jud