Langsung ke konten utama

Menulisku.

Halo, teman-teman keluh kesahku. Selamat datang kembali di catatan harian seorang Chindy. Sejujurnya aku penasaran sih siapa saja teman-teman keluh kesahku. Atau sebenarnya kalian ini tidak ada, dan pembacanya adalah aku sendiri. Ah, tidak tahu. Pokoknya aku tulis saja.

 

Hari ini adalah hari yang sama sekali tidak ada istimewanya. Kegabutan dan hal-hal yang sudah sering aku lakukan juga tidak akan aku tulis kembali. Kalian kan sudah tahu apa saja hal yang sering dilakukan seorang Chindy ini saat gabut. Apa? Kalian lupa? Huh, apakah aku harus tulis kembali? Sudahlah, baca lagi saja catatan harianku yang sebelumnya.

 

Yah, aku kini benar-benar kehabisan ide untuk ditulis. “Apa kegiatanku hari ini?” adalah pertanyaan yang sulit dijawab jika sedang tidak ada kegiatan. Menunggu kalian mengajak aku jalan-jalan juga mungkin sangat lama. Jadi, aku akan ceritakan kegiatan menulisku saja, saat ini.

 

Catatan harian, setahuku adalah tulisan yang memuat tentang kegiatan penulis itu sendiri sehari-hari. Entahlah jika pengetahuanku ini salah, toh aku tidak pernah menulis catatan harian sebelumnya.

 

Saat aku pertama kali diberi tugas untuk membuat catatan harian, aku mencari referensi dari salah satu blog anggota LPM. Aku membacanya dan menurutku bahasanya terlalu tinggi untuk aku baca. Aku sebenarnya penasaran, mereka-mereka yang menulis dengan bahasa seperti itu belajar darimana. Ah, apa mungkin karena mereka sering membaca? Yah, tidak heran sih, aku jarang membaca novel yang benar-benar ada wujudnya, maksudku fisik. Seringnya aku membaca dari Wattpad, yang sebagian besar menggunakan bahasa sehari-hari. Tapi tak apa, namanya juga belajar.

 

Saat menulis aku lebih nyaman menggunakan laptop daripada harus menulis di kertas. Kenapa? Bukankah sudah jelas jika di laptop terasa lebih efisien, jika salah tinggal hapus. Tulisanku pun bisa diatur agar lebih rapi.

 

Menulis menurutku bukan hal yang mudah. Penulis harus tau ide apa yang akan dia jabarkan ditulisannya. Aku adalah orang yang sulit untuk menjelaskan sesuatu, walaupun aku menjelaskan berkali-kali pun kadang orang yang aku jelaskan masih belum paham. Dan itu menjadi alasanku mengapa aku tidak mau menjadi guru atau tenaga pengajar. Bisa salah mengajar anak orang nanti aku. Selain menjabarkan idenya, penulis harus memikirkan apa ide tersebut. Ide datangnya bisa tiba-tiba, dan jika dipikirkan dia biasanya menghilang begitu saja.

 

Jam di sudut layar laptopku saat ini menunjukkan pukul 17:19, 2 jam lagi menuju tenggat waktu dan aku masih mengerjakan salah satu dari 3 tugas yang diberikan. Yah, harusnya memang aku kerjakan 2 yang lain saat aku gabut, tapi apadaya rasa malas menyelimutiku.

 

Ah, tiba-tiba aku mengingat tentang pembayaran uang muka webinar Basic Training dari himpunan prodi. Webinar ini “katanya” adalah lanjutan dari ospek yang waktu itu padahal sudah penutupan. Mana HTM mahal. Apa mungkin karena merchandise jadi HTM nya 80.000? Jika disuruh memilih pun aku akan memilih tanpa merchandise saja. Kan aku kemarin sudah menulis uang di dompetku tersisa hanya untuk membeli mie ayam depan pasar.

 

Akhirnya kini aku sudah bisa bernapas lega, salah satu dari ketiga tugasku sudah selesai. Saatnya kini aku menulis 2 tugas yang lain. Tapi entahlah, sepertinya aku akan sedikit ngeri dengan dua tugas yang lain. Jika kalian penasaran tugas apa itu, ya silahkan ditunggu saja ya!

 

Terima kasih ~

Komentar

Yang disukai

Dia itu Siapa?

Sebelum pembaca memulai, saya ingin mengawali kisah ini bahwa semuanya adalah fiksi belaka. Jika anda berspekulasi saya menceritakan kisah seseorang, anda salah. Simpan saja pikiran itu sendiri! • Baru saja Dia menyelesaikan buku berjudul "Almond" yang sejak lama sudah menunggu di dalam  wishlist -nya. Penyebabnya tidak muluk-muluk, Dia merasa dirinya mirip dengan karakter yang ada di dalamnya. Dalam proses membaca ia perlahan-lahan membayangkan apa maksud dari kata-perkata buku tersebut. Sedang pikirannya ikut mengiyakan apa yang dirinya anggap sama.  Tidak hanya satu-dua kejadian yang Dia akui mirip. Memang, dalam buku tersebut menceritakan manusia tanpa emosi yang seringkali dianggap aneh. Sampai akhirnya manusia tadi harus belajar dan berlatih hanya untuk mengungkapkan dan memahami emosi.  Dia berpikir bahwa apa yang ada di dalam buku itu adalah dirinya. Sangat jarang Dia terlihat menangis di depan orang lain. Alasannya mudah saja, ia tidak paham mengapa orang-orang berpi

KARENA JURNALISME BUKAN MONOPOLI WARTAWAN: SEBUAH TAMPARAN

” Atau, di sini, wartawan dan media, memang pantang menyesali dan meminta maaf untuk pemberitaan mereka yang keliru...” Judul                       : Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan Penulis                     : Rusdi Mathari Penyunting              : Wisnu Prasetya Utomo Perancang Sampul    : Ayos Purwoaji Penerbit                   : Buku Mojok Cetakan                   : Pertama Tahun                      : Juli 2018 Harga                     : Rp78.000,00 ISBN                       : 978-602-1318-64-5   Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan  adalah sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan oleh  Rusdi Mathari  dari sejak tahun 2007-an sampai 2016-an. Tulisan ini sebenarnya telah diterbitkan dalam media sosial Rusdi seperti Facebook dan situs blog. Tidak seperti tulisan kebanyakan yang menyajikan peristiwa atau data dalam bahasa membosankan dan kaku, Rusdi memaparkannya dalam bahasa yang sederhana, sesekali dirinya bertanya pada pembaca. Secara terang-terangan, dari jud