Langsung ke konten utama

Tertipu Guru Sendiri.

Halo, teman keluh kesahku. Selamat datang di tulisan bebas seorang Chindy. 

Di tulisan bebas hari ini aku akan menceritakan kisahku, tentang bagaimana aku bisa tertipu oleh guruku sendiri. 

Hari itu, entah aku ingat tepatnya atau tidak, adalah beberapa hari menuju libur semester. Dan untuk mengisi kekosongan libur, yang harusnya tidak perlu karena aku pun tidak seniat itu, kelas kami dituntut untuk menjalankan berbagai camp. 

Camp disini seperti kegiatan tentang mata pelajaran tertentu, isinya yakni bagaimana cara agar kita bisa bersenang-senang dengan pelajaran yang dipilih.

Dulu, panitia dari kegiatan ini adalah kakak kelas. Tapi karena sekarang kami kelas 12, adalah tugas kami untuk menjadi panitia camp. 

Ketua pelaksana dari setiap camp adalah orang-orang yang dipandang cukup pintar dalam mata pelajaran tersebut. Nah, waktu itu aku terpilih menjadi ketua pelaksana English Camp. Aku tidak terlalu senang karena aku merasa diriku tidak berkompeten menjadi ketua. Tapi karena itu adalah perintah guruku, kujalankan saja.

Aku siapkan berbagai persiapan jauh-jauh hari sebelum hari pelaksanaan. Seperti proposal, penempatan koordinator, rancangan acara, dan lain sebagainya. Tentunya berdiskusi dengan teman sekelasku juga. 

Kuberikan pendapatku, seperti bagaimana konsep acara dan siapa yang menurutku cocok di koordinator tertentu. Rapat panitia selesai cukup sore, aku rasa saat itu mulutku sudah kebas, untung saja tidak keram.

Aku pulang dengan wajah lesu dan membayangkan betapa lelahnya nanti saat hari jadi. Kuharap semua berjalan baik-baik saja.

Aku menjalankan hari-hariku seperti biasanya, tiba-tiba aku mendapat kabar yang membuat mulutku ingin terus berkata kasar. Ketua pelaksana English Camp diganti. 

Aku ingin menangis saking kesalnya, bayangkan, aku melakukan hal yang sia-sia dan membuat otakku panas menyusun rencana yang tidak akan pernah berjalan.

Tidak, aku tidak kesal karena ketua pelaksana bukan aku. Aku kan sudah bilang di awal aku tidak terlalu senang menjadi ketua pelaksana.

Aku juga tidak mendapat konfirmasi bahwa ketupel akan diganti, tiba-tiba saja terjadi. 

Gara-gara kejadian itu, aku benar-benar bersumpah untuk tidak mengerjakan tugas dari guru tersebut dengan benar. 

Seperti mengumpulkan tugas terlambat, tidak mengumpulkan tugas, tidak mendengarkan beliau. Sudahlah, biarkan saja.

Mungkin kalian akan memaklumi karena guru adalah orang tua kedua kita, akupun begitu. Tapi aku masih belum ikhlas tenaga dan usahaku sia-sia begitu saja.

Akhirnya, setelah kejadian itu aku mengajukan diri untuk menjadi sie keamanan, yang tugasnya tidak terlalu berat menurutku. Hanya menjaga barang peserta, mengawasi mereka, dan mendisiplinkan panitia dan juga peserta. 

English Camp untungnya berjalan lancar-lancar saja menurutku. Acara berjalan sesuai rundown yang sudah ditetapkan. Konsumsi untuk para pemateri, panitia, dan peserta pun datang tepat waktu. Semua panitia menjalankan tugasnya dengan baik. 

Yang aku suka dari teman sekelasku adalah mereka benar-benar seperti keluargaku. Kami bekerja sesuai koordinator masing-masing namun tetap saling membantu. Kami pun juga sudah berjanji untuk tidak marah saat salah satu mengingatkan tentang tanggung jawabnya.

Sejujurnya, aku merasa antusias saat teman sekelasku mengajak bertemu, namun apa daya, jarak rumahku dan rumah mereka cukup jauh. Tidak bisa selalu pergi bertemu. Aku juga bersyukur, mereka mau menampung keluh kesahku.

Begitulah kisahku tentang bagaimana aku "ditipu" oleh guru sendiri. Sekarang aku sudah melupakan hal-hal yang membuatku marah diatas. Tapi, tetap saja itu kenangan yang mengesalkan.

Aku Chindy selaku penulis dari cerpen ini pamit undur diri.

Terima Kasih ~

Komentar

Yang disukai

Dia itu Siapa?

Sebelum pembaca memulai, saya ingin mengawali kisah ini bahwa semuanya adalah fiksi belaka. Jika anda berspekulasi saya menceritakan kisah seseorang, anda salah. Simpan saja pikiran itu sendiri! • Baru saja Dia menyelesaikan buku berjudul "Almond" yang sejak lama sudah menunggu di dalam  wishlist -nya. Penyebabnya tidak muluk-muluk, Dia merasa dirinya mirip dengan karakter yang ada di dalamnya. Dalam proses membaca ia perlahan-lahan membayangkan apa maksud dari kata-perkata buku tersebut. Sedang pikirannya ikut mengiyakan apa yang dirinya anggap sama.  Tidak hanya satu-dua kejadian yang Dia akui mirip. Memang, dalam buku tersebut menceritakan manusia tanpa emosi yang seringkali dianggap aneh. Sampai akhirnya manusia tadi harus belajar dan berlatih hanya untuk mengungkapkan dan memahami emosi.  Dia berpikir bahwa apa yang ada di dalam buku itu adalah dirinya. Sangat jarang Dia terlihat menangis di depan orang lain. Alasannya mudah saja, ia tidak paham mengapa orang-orang berpi

KARENA JURNALISME BUKAN MONOPOLI WARTAWAN: SEBUAH TAMPARAN

” Atau, di sini, wartawan dan media, memang pantang menyesali dan meminta maaf untuk pemberitaan mereka yang keliru...” Judul                       : Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan Penulis                     : Rusdi Mathari Penyunting              : Wisnu Prasetya Utomo Perancang Sampul    : Ayos Purwoaji Penerbit                   : Buku Mojok Cetakan                   : Pertama Tahun                      : Juli 2018 Harga                     : Rp78.000,00 ISBN                       : 978-602-1318-64-5   Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan  adalah sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan oleh  Rusdi Mathari  dari sejak tahun 2007-an sampai 2016-an. Tulisan ini sebenarnya telah diterbitkan dalam media sosial Rusdi seperti Facebook dan situs blog. Tidak seperti tulisan kebanyakan yang menyajikan peristiwa atau data dalam bahasa membosankan dan kaku, Rusdi memaparkannya dalam bahasa yang sederhana, sesekali dirinya bertanya pada pembaca. Secara terang-terangan, dari jud