Langsung ke konten utama

GBA dan Carbonara.

 Halo, teman keluh kesahku. Ini adalah catatan harianku yang ketujuh mungkin. Aku masih belum terbiasa membuat catatan harian, jadi mohon dimaklumi.

 

Hari ini aku terbangun karena panggilan ibuku. Beliau menyodorkan uang sebanyak 140.000, tidak, bukan untukku. “Nanti kalau paketnya datang, kamu ambil ya.” Begitulah ucap beliau sebelum pergi.

 

Paket yang dimaksud adalah barang dari Shopee. Ibuku minta dipesankan makeup merk Maybelline karena sedang promo saat itu. Aku sebenarnya ingin beli juga, tapi dompetku sedang tipis. Mungkin untuk beli mie ayam depan pasar sudah habis.

 

Karena hari ini libur, aku memutuskan bermain game PS1 di gawaiku. Setelah menulis catatan harian waktu itu, aku jadi ingin memainkannya lagi. Kali ini aku bermain game yang namanya “The Legend of Zelda: The Minish Cap”. Aku dulu pernah memainkannya namun berhenti ditengah jalan karena saat itu aku tidak tahu ada yang namanya “Walkthrough”.

 

Kumainkan sambil melihat petunjuknya. Terkadang aku tersesat karena tempatnya yang dibuat seperti teka-teki. Musuhnya tidak terlalu menakutkan bagiku, berbeda dengan raja dungeon yang aku harus benar-benar berhati-hati.

Saat terjebak di sebuah lokasi, aku biasanya melihat map, namun jika tetap saja tidak mengerti ya aku lihat petunjuknya saja.

 

Setelah aku terlalu asyik memainkan game, kini ayahku yang datang sambil meminta uang paket tadi. ”Oh iya, aku tidak mendengar suara kurir.” jawabku.

 

Setelah aku benar-benar terjebak dan tidak tahu harus pergi kemana, aku keluar dari game. Aku buka Instagram, YouTube, namun tidak ada yang menarik. Kemudian aku baru ingat aku punya ayam dan spaghetti di kulkas. Dan inilah bagaimana aku memulai masak Spaghetti Carbonara.

 

Aku buka gawaiku, kulihat resep, masak, kubuka lagi, masak lagi. Dan begitulah terus sampai masakanku siap dihidangkan. Tapi ada yang aneh, sepertinya spaghetti yang kubuat ini jumbo sekali ukurannya, seperti gunung. Tak apalah, pikirku,

Tidak lupa aku memotret terlebih dahulu dan mengeditnya di aplikasi Lightroom, agar lebih menarik. Aku masukkan satu suap spaghetti ke dalam mulut. Jujur, rasanya jauh dari ekspektasiku, bukan, bukan karena tidak enak. Tapi, seperti  “aku kira rasa carbonara seperti ini.” begitu.

 

Rasa diluar ekspektasi tidak hanya terjadi di masakan ini saja. Pernah suatu hari aku tergiur dengan Tteokbokki instan yang aku lihat di YouTube. Sepertinya rasa yang diberikan akan pedas, manis, dan sedikit asin, kombinasi yang nikmat. Aku menabung terlebih dahulu karena harganya yang mahal untuk satu porsi, 30.000. Kemarin aku lihat di Indomaret harganya 38.000, lebih mahal dari yang online.

 

Mari kita loncat saat aku sudah menerima paket Tteokbokki-ku. Aku masak sesuai dengan yang ada di belakang kemasan. Tentunya aku takar karena tidak ingin masakanku gagal. Setelah selesai masak, aku makan dengan sumpit agar terasa lebih “Korea”. Satu suapan masuk dan aku kecewa. Ternyata rasanya tidak seperti ekspektasiku, hanya manis,  tidak pedas maupun gurih. Yah, karena mahal aku paksakan makan saja.

 

Apakah aku akan membuat Spaghetti Carbonara lagi? Jawabannya tidak, mungkin karena lidahku adalah lidah orang Indonesia bukan orang Italia.

 

Yah, begitulah kehidupan selama satu hariku untuk hari ini, bermain game dan memasak adalah salah satu hobiku, jadi tentunya aku tidak akan bosan melakukannya. Jika kalian mau aku membuatkan Spaghetti Carbonara, boleh saja, asalkan sediakan aku uangnya. Sepertinya ini sudah cukup untuk menjadi catatan harian. Seperti biasanya, jangan lupa cek blogku setiap hari!

 

Terima kasih ~

Komentar

Yang disukai

Dia itu Siapa?

Sebelum pembaca memulai, saya ingin mengawali kisah ini bahwa semuanya adalah fiksi belaka. Jika anda berspekulasi saya menceritakan kisah seseorang, anda salah. Simpan saja pikiran itu sendiri! • Baru saja Dia menyelesaikan buku berjudul "Almond" yang sejak lama sudah menunggu di dalam  wishlist -nya. Penyebabnya tidak muluk-muluk, Dia merasa dirinya mirip dengan karakter yang ada di dalamnya. Dalam proses membaca ia perlahan-lahan membayangkan apa maksud dari kata-perkata buku tersebut. Sedang pikirannya ikut mengiyakan apa yang dirinya anggap sama.  Tidak hanya satu-dua kejadian yang Dia akui mirip. Memang, dalam buku tersebut menceritakan manusia tanpa emosi yang seringkali dianggap aneh. Sampai akhirnya manusia tadi harus belajar dan berlatih hanya untuk mengungkapkan dan memahami emosi.  Dia berpikir bahwa apa yang ada di dalam buku itu adalah dirinya. Sangat jarang Dia terlihat menangis di depan orang lain. Alasannya mudah saja, ia tidak paham mengapa orang-orang berpi

KARENA JURNALISME BUKAN MONOPOLI WARTAWAN: SEBUAH TAMPARAN

” Atau, di sini, wartawan dan media, memang pantang menyesali dan meminta maaf untuk pemberitaan mereka yang keliru...” Judul                       : Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan Penulis                     : Rusdi Mathari Penyunting              : Wisnu Prasetya Utomo Perancang Sampul    : Ayos Purwoaji Penerbit                   : Buku Mojok Cetakan                   : Pertama Tahun                      : Juli 2018 Harga                     : Rp78.000,00 ISBN                       : 978-602-1318-64-5   Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan  adalah sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan oleh  Rusdi Mathari  dari sejak tahun 2007-an sampai 2016-an. Tulisan ini sebenarnya telah diterbitkan dalam media sosial Rusdi seperti Facebook dan situs blog. Tidak seperti tulisan kebanyakan yang menyajikan peristiwa atau data dalam bahasa membosankan dan kaku, Rusdi memaparkannya dalam bahasa yang sederhana, sesekali dirinya bertanya pada pembaca. Secara terang-terangan, dari jud