Langsung ke konten utama

Mencari Orang Asing.

Halo, teman keluh kesahku. Hari ini sepertinya cukup banyak yang akan aku ceritakan. Bagaimana bisa? Karena aku sempat pergi ke bebrapa tempat, dengan salah satu temanku. Tidak, kali ini aku yang mengajak bukan dia. Oh iya, aku masih membuka ajakan jalan-jalan kalian lho.

 

Hari ini seperti hari kuliah biasanya, aku kuliah dari pukul 07.00 sampai siang, entah tidak ingat pukul berapa karena aku tertidur saat pergantian jam. Kalian pasti tahu kenapa aku tertidur saat pagi hari, ya karena tadi malamnya aku tidak tidur. Untung saja tidak ada meet dan kami hanya disuruh absen dengan tenggat waktu pukul 15.00. Tugas yang diberikan pun cukup mudah. Untuk listening tenggat waktu tugasnya adalah besok pukul 12.00, jadi aku kerjakan nanti malam saja saat otakku sedang jaya-jayanya.

 

Oke, mari kita beralih saat pukul 02.00. Muncul pesan dari salah satu temanku. Semalam sebelumnya aku sudah mengontak salah satu temanku untuk ikut menemaniku mengobrol dengan orang asing. Aku sebenarnya “siaran” di grup kelas dan bertanya apakah ada salah satu dari mereka yang mau menemaniku mewawancara. Wawancara itu hanya anggapan saja, namun sebenarnya adalah mengobrol.

 

Nafi, dialah teman yang akan menemaniku mengobrol dengan orang asing di cafe Milkow sebelah polsek Kamal. Aku berjanjian dengannya pukul 15.30, namun aku baru sampai disana 15.52 karena aku masih mengeluarkan sepeda, berdandan, dan kegiatan yang sebenarnya tidak terlalu penting.

 

Aku mengendarai sepeda dengan agak cepat karena takut Nafi sudah sampai di lokasi dan aku membuatnya menunggu. Setelah sampai di parkiran cafe, aku tidak melihat tanda-tanda Nafi, yah apa boleh buat. Aku mengirim pesan kepada Nafi sembari melihat ke arah jalan raya. Ah, itu dia Nafi sedang menuju cafe Milkow.

 

Saat Nafi sampai, aku agak kecewa karena tidak ada seseorang pun di dalam cafe Milkow. Apa mungkin karena cuaca? Tidak mungkin, saat itu cuaca masih cerah dan matahari bersinar. Ya sudah, dengan perasaan kecewa aku mengusulkan untuk pergi ke Sop Buah di timur. Namun Nafi bilang biasanya di jam sore tidak banyak orang di sana. Ah, kita coba dulu saja.

 

Aku berhenti tepat di depan Sop Buah dan aku langsung memutar balik motorku. Mengapa? Isinya hanyalah para remaja laki-laki. Aku tidak berani tentunya hanya berdua dengan Nafi dan mengajak ngobrol mereka.

 

Pencarianku mencari tempat nongkrong dengan banyak anak muda tidak hanya berhenti di Sop Buah, aku kembali mengusulkan untuk pergi ke Perumnas, tempat di mana lumayan banyak cafe dan warkop. Nafi hanya mengiyakan karena dia bilang “Terserah kamu, ini kan tugasmu.”.

 

Aku telusuri Jalan Jambu Raya di Perumnas dengan hati-hati. Kulihat kanan kiri untuk melihat apabila ada warkop atau cafe yang ramai pengunjung. Tapi sampai ujung pun aku masih tidak bisa menemukannya, bahkan masih banyak cafe dan warkop yang tutup. Mungkin mereka akan buka saat malam tiba.

 

Aku merasa sedikit tidak enak dengan Nafi, kemudian aku menyuruh dia pulang saja. Kami berpisah dan aku sebenarnya tidak pulang terlebih dahulu. Aku berhenti di kedai Milkow di dekat Aka Jaya dan membeli segelas milkshake oreo ukuran besar. Aku jadikan itu sebagai hadiah atas diriku sendiri.

 

Kini aku sedang menulis catatan harian di depan laptopku dengan lampu kamar yang dimatikan untuk memberi kesan sekarang sudah dini hari. Ini adalah rekor, aku menulis ini dengan waktu kurang lebih 25 menit yang biasanya bisa sampai 1 jam. Kan, aku bilang apa? Berjalan-jalan memberikanku ide menulis, jadi jangan lupa ajak aku ya. Seperti biasa, besok jangan lupa cek blogku untuk melihat update setiap harinya!

 

Terima kasih ~

Komentar

Yang disukai

Dia itu Siapa?

Sebelum pembaca memulai, saya ingin mengawali kisah ini bahwa semuanya adalah fiksi belaka. Jika anda berspekulasi saya menceritakan kisah seseorang, anda salah. Simpan saja pikiran itu sendiri! • Baru saja Dia menyelesaikan buku berjudul "Almond" yang sejak lama sudah menunggu di dalam  wishlist -nya. Penyebabnya tidak muluk-muluk, Dia merasa dirinya mirip dengan karakter yang ada di dalamnya. Dalam proses membaca ia perlahan-lahan membayangkan apa maksud dari kata-perkata buku tersebut. Sedang pikirannya ikut mengiyakan apa yang dirinya anggap sama.  Tidak hanya satu-dua kejadian yang Dia akui mirip. Memang, dalam buku tersebut menceritakan manusia tanpa emosi yang seringkali dianggap aneh. Sampai akhirnya manusia tadi harus belajar dan berlatih hanya untuk mengungkapkan dan memahami emosi.  Dia berpikir bahwa apa yang ada di dalam buku itu adalah dirinya. Sangat jarang Dia terlihat menangis di depan orang lain. Alasannya mudah saja, ia tidak paham mengapa orang-orang berpi

KARENA JURNALISME BUKAN MONOPOLI WARTAWAN: SEBUAH TAMPARAN

” Atau, di sini, wartawan dan media, memang pantang menyesali dan meminta maaf untuk pemberitaan mereka yang keliru...” Judul                       : Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan Penulis                     : Rusdi Mathari Penyunting              : Wisnu Prasetya Utomo Perancang Sampul    : Ayos Purwoaji Penerbit                   : Buku Mojok Cetakan                   : Pertama Tahun                      : Juli 2018 Harga                     : Rp78.000,00 ISBN                       : 978-602-1318-64-5   Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan  adalah sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan oleh  Rusdi Mathari  dari sejak tahun 2007-an sampai 2016-an. Tulisan ini sebenarnya telah diterbitkan dalam media sosial Rusdi seperti Facebook dan situs blog. Tidak seperti tulisan kebanyakan yang menyajikan peristiwa atau data dalam bahasa membosankan dan kaku, Rusdi memaparkannya dalam bahasa yang sederhana, sesekali dirinya bertanya pada pembaca. Secara terang-terangan, dari jud