Langsung ke konten utama

Sakit Tak Perlu Berdarah.

Halo, teman keluh kesahku. Bagaimana kabar kalian? Semoga kalian juga menanyakan kabr yang lain juga. Sebagai manusia, makhluk sosial, kita harus give and take. Bukan take saja yang dipraktekkan. Sama halnya dengan komunikasi, kalau lawan bicara bertanya usahakan kamu menjawab dan menanyakan balik. Kalau aku, masih belum bisa seperti itu. Kenapa? Aku tidak pintar mencari topik. Kadang aku terkesan kepada orang yang bisa lancar berbincang-bincang dengan orang yang baru.


Berbicara tentang berbincang, tadi pagi setelah kuliah yang pertama selesai salah satu teman seangkatanku di organisasi LPM-SM menelepon. Aku kaget, karena jarang sekali seseorang meneleponku. Bahkan isi dari riwayat panggilan di WhatsApp-ku hanya dari ibu dan ayah. 


Temanku ini menanyakan tentang tugas membaca buku yang lagi-lagi aku masih belum bisa melanjutkannya. Tidak hanya bertanya tugas, ia juga sesekali curhat kepadaku. Saat kami sibuk berbincang, tiba-tiba suara dia terputus-putus. Aku berusaha untuk bergerak mencari jaringan yang kuat, tapi gagal. Telepon kami terputus. 


Ah, sial! Padahal baru beberapa hari yang lalu Wi-Fi di rumahku diperbaiki. Tepat setelah telepon terputus aku mengirim pesan kepada dia, meminta maaf karena jaringan sedang tidak bagus. 


Setelah itu aku mengikuti kuliah kedua sampai pukul 11.30. Kami diberi tugas berkelompok. Ketika grup WhatsApp sudah dibuat, aku langsung mengarahkan untuk apa yang harus kami lakukan. Mengapa? Karena jika menunggu yang lain tidak akan selesai.


Sambil berdiskusi di grup, aku membuat PPT dengan template yang sudah aku cari sebelumnya di website slidesgo. Di sana banyak sekali template bagus dan rapi serta siap pakai. Kalau ada yang mudah mengapa haru mencari yang susah?


Malam ini, pukul 20.30, seperti hari lainnya aku mengirim pesan kepada ibuku yang sedang ada di warung. Menanyakan lauk apa hari ini. Dadar jagung, itu salah satu lauknya. Tanpa menunggu lama aku pergi ke dapur, mengambil nasi yang tersisa satu porsi dan 2 dadar jagung terakhir. 


Karena ingin lebih nikmat, aku berinisiatif untuk menghangatkan kembali dengan cara memggoreng sebentar dadar jagung tersebut. Setelah selesai aku angkat dan bersiap untuk makan. Namun, tiba-tiba kucingku datang, Janggut namanya. Meskipun begitu semua orang memanggilnya Belang, hanya aku yang memanggil dia Janggut.


Kucing dewasa berwarna hitam putih itu meminta minum, kuambilah air di kamar mandi dengan gayung. Saat aku mengambil air, dadar jagung yang tadi sudah aku hangatkan jatuh. Bukan salah satu, tapi dua-duanya. 


Aku terpaku sebentar dan sadar bahwa usaha ibuku memasak itu dan aku menghangatkannya sia-sia. Aku mengambil dadar jagung yang jatuh lalu melemparnya dengan kasar ke tempat sampah. Piring yang tadi kupegang kutaruh di meja dengan keras. Beruntung, tidak pecah karena terbuat dari keramik. 


Awalnya aku tidak ingin makan, kesal. Sepertinya semua hewan di kebun binatang aku absen satu-persatu. Kubuatlah telur dadar dengan sisa minyak yang masih panas. Saat aku makan dikamar, tidak terasa air mana menetes dari mataku. Aku bukan orang yang biasa mengatakan "maaf" dan "terima kasih" kepada orang tua, mungkin sudah terbiasa dari aku masih kecil. Rasanya seperti aku membuang usaha ibuku memasak dadar jagung walaupun beliau sibuk.


Sebagai ganti permintaan maaf, aku mengirim pesan kepada ibu dan menceritakan semua yang telah terjadi dengan air mata yang tak kunjung berhenti. Tangisku menjadi-jadi saat ibuku mengirim emotikon wajah yang berlinang air mata. Ah, sial, bodoh! Seharusnya aku tidak usah ceritakan saja.


Dan untuk memperbaiki mood-ku yang rusak, aku menonton Harry Potter sebentar dan dilanjutkan dengan menulis catatan harian. Seperti biasanya, besok jangan lupa cek blogku untuk melihat update setiap harinya, ya!


Terima kasih ~

Komentar

Yang disukai

Dia itu Siapa?

Sebelum pembaca memulai, saya ingin mengawali kisah ini bahwa semuanya adalah fiksi belaka. Jika anda berspekulasi saya menceritakan kisah seseorang, anda salah. Simpan saja pikiran itu sendiri! • Baru saja Dia menyelesaikan buku berjudul "Almond" yang sejak lama sudah menunggu di dalam  wishlist -nya. Penyebabnya tidak muluk-muluk, Dia merasa dirinya mirip dengan karakter yang ada di dalamnya. Dalam proses membaca ia perlahan-lahan membayangkan apa maksud dari kata-perkata buku tersebut. Sedang pikirannya ikut mengiyakan apa yang dirinya anggap sama.  Tidak hanya satu-dua kejadian yang Dia akui mirip. Memang, dalam buku tersebut menceritakan manusia tanpa emosi yang seringkali dianggap aneh. Sampai akhirnya manusia tadi harus belajar dan berlatih hanya untuk mengungkapkan dan memahami emosi.  Dia berpikir bahwa apa yang ada di dalam buku itu adalah dirinya. Sangat jarang Dia terlihat menangis di depan orang lain. Alasannya mudah saja, ia tidak paham mengapa orang-orang berpi

KARENA JURNALISME BUKAN MONOPOLI WARTAWAN: SEBUAH TAMPARAN

” Atau, di sini, wartawan dan media, memang pantang menyesali dan meminta maaf untuk pemberitaan mereka yang keliru...” Judul                       : Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan Penulis                     : Rusdi Mathari Penyunting              : Wisnu Prasetya Utomo Perancang Sampul    : Ayos Purwoaji Penerbit                   : Buku Mojok Cetakan                   : Pertama Tahun                      : Juli 2018 Harga                     : Rp78.000,00 ISBN                       : 978-602-1318-64-5   Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan  adalah sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan oleh  Rusdi Mathari  dari sejak tahun 2007-an sampai 2016-an. Tulisan ini sebenarnya telah diterbitkan dalam media sosial Rusdi seperti Facebook dan situs blog. Tidak seperti tulisan kebanyakan yang menyajikan peristiwa atau data dalam bahasa membosankan dan kaku, Rusdi memaparkannya dalam bahasa yang sederhana, sesekali dirinya bertanya pada pembaca. Secara terang-terangan, dari jud