Langsung ke konten utama

Sebenarnya Aku Dulu...

Halo, teman keluh kesahku. Bagaimana kabar kalian hari ini? Hari ini aku terkejut, tidak bisa berkata-kata, seperti ada yang membuat dadaku sesak. Kalian ingin tahu kenapa? Entahlah, apakah aku harus bilang atau aku simpan saja rahasia ini. Tapi jika kalian benar-benar ingin tahu, ya mau bagaimana lagi?


Aku dulu sebenarnya adalah, ah, susah sekali mengatakannya. Tidak, kali ini akan aku beritahu. Kalian jangan terkejut, ya? Aku dulu adalah seorang muggle. Hah? Sst, ini rahasia. Tapi sekarang aku sudah tidak, kok. Sekarang aku sedang liburan menunggu tahun ajaran baru. Kalian pasti sudah tahu dimana. Ya benar sekali, Hogwarts. 


Baru saja aku hentikan menonton film Harry Potter untuk menulis catatan harian ini. Sejujurnya aku tidak terlalu tertarik dengan film ini. Tapi, salah satu temanku, yang penggemar berat Harry Potter, selalu memposting hal-hal yang berbau film itu. Aku kan jadi penasaran, apa yang membuat film ini begitu bagus. Akhirnya, aku tanyakan saja ke dia harus menonton dari yang mana. "Seri 1." katanya. Hah, seingatku tidak ada judulnya yang bernama seri 1. Ya sudah, aku cari saja di internet.


Oh, ternyata ini adalah yang pertama. Harry Potter and  the Sorcerer's Stone adalah yang pertama, terbit tahun 2001. Itu adalah 3 tahun sebelum aku lahir. Dan untuk kedua kalinya, aku yang tidak suka genre fantasi ini, malah menonton film bergenre fantasi. 


Awalnya, aku yang menganggap film ini biasa saja, malah ingin terus lanjut menonton. Bahkan saat sedang menulis ini pun aku ingin segera menyelesaikannya. Aku jadi berandai-andai, jika aku sekolah di Hogwarts, aku masuk asrama apa, ya? Griffindor? Inginnya begitu. Kini aku paham, mengapa banyak sekali penggemar dari Harry Potter. Mungkin setelah ini aku akan menjadi salah satunya. Dan mungkin juga, setelah menonton semua filmnya aku akan membaca bukunya. 


Selain Harry Potter, sebenarnya ada satu film lagi yang aku ingin tonton. Percy Jackson, itu dia. Aku tertarik dengan ini murni karena aku suka cerita-cerita tentang para dewa Yunani. Di kelas 8, salah satu temanku pertama kali menceritakan tentang kisah dewa-dewi Olimpus ini. Aku tidak ingat waktu itu dia menceritakan siapa, intinya setelah itu aku menjadi suka. 


Sambil mengetik, sesekali kulihat sudah berapa kata yang aku tulis. Aku benar-benar tidak sabar melanjutkan film ini. Rasanya seperti menemukan harta karun. Tapi aku senang, karena aku belum pernah melihatnya, semua filmnya seperti masih baru. Bisa saja aku menontonnya sampai pagi. 


Oh iya, kemarin di grup LPM-SM sudah terkirim buku baru. Judulnya "Saman" karya Ayu Utami. Aku lihat di Google sih novel ini menciptakan pergerakan sastra baru, sastra wangi namanya. Jika kalian tidak tahu, bisa dicari sendiri di internet.Dari sinopsisnya yang sudah aku baca, sepertinya novel satu ini akan seru. Mengingat nama-namanya yang unik dan jarang aku dengar.


Tapikalau diantara dua buku yang sudah aku baca, Animal Farm dan Perempuan di Titik Nol, aku akan lebih memilih Animal Farm. Mengapa? Karena didalamnya meskipun banyak mendeskripsikan sesuatu, tapi aku paham. Sedangkan buku Perempuan di Titik Nol banyak mengandung majas hiperbola, yang membuatku bingung. Tapi kembali lagi, ini tentang selera. Bisa saja kalian sebaliknya. Seperti biasanya, besok jangan lupa cek blogku untuk melihat update setiap harinya, ya!


Terima kasih ~

Komentar

Yang disukai

Dia itu Siapa?

Sebelum pembaca memulai, saya ingin mengawali kisah ini bahwa semuanya adalah fiksi belaka. Jika anda berspekulasi saya menceritakan kisah seseorang, anda salah. Simpan saja pikiran itu sendiri! • Baru saja Dia menyelesaikan buku berjudul "Almond" yang sejak lama sudah menunggu di dalam  wishlist -nya. Penyebabnya tidak muluk-muluk, Dia merasa dirinya mirip dengan karakter yang ada di dalamnya. Dalam proses membaca ia perlahan-lahan membayangkan apa maksud dari kata-perkata buku tersebut. Sedang pikirannya ikut mengiyakan apa yang dirinya anggap sama.  Tidak hanya satu-dua kejadian yang Dia akui mirip. Memang, dalam buku tersebut menceritakan manusia tanpa emosi yang seringkali dianggap aneh. Sampai akhirnya manusia tadi harus belajar dan berlatih hanya untuk mengungkapkan dan memahami emosi.  Dia berpikir bahwa apa yang ada di dalam buku itu adalah dirinya. Sangat jarang Dia terlihat menangis di depan orang lain. Alasannya mudah saja, ia tidak paham mengapa orang-orang berpi

KARENA JURNALISME BUKAN MONOPOLI WARTAWAN: SEBUAH TAMPARAN

” Atau, di sini, wartawan dan media, memang pantang menyesali dan meminta maaf untuk pemberitaan mereka yang keliru...” Judul                       : Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan Penulis                     : Rusdi Mathari Penyunting              : Wisnu Prasetya Utomo Perancang Sampul    : Ayos Purwoaji Penerbit                   : Buku Mojok Cetakan                   : Pertama Tahun                      : Juli 2018 Harga                     : Rp78.000,00 ISBN                       : 978-602-1318-64-5   Karena Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan  adalah sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan oleh  Rusdi Mathari  dari sejak tahun 2007-an sampai 2016-an. Tulisan ini sebenarnya telah diterbitkan dalam media sosial Rusdi seperti Facebook dan situs blog. Tidak seperti tulisan kebanyakan yang menyajikan peristiwa atau data dalam bahasa membosankan dan kaku, Rusdi memaparkannya dalam bahasa yang sederhana, sesekali dirinya bertanya pada pembaca. Secara terang-terangan, dari jud